Penerapan menu MBG (Menu Bergizi Seimbang) di sejumlah sekolah Depok kembali menuai sorotan. Program yang sejatinya bertujuan mendukung kesehatan anak didik, justru dinilai belum sepenuhnya memberikan asupan gizi sesuai standar kebutuhan. Dari hasil pemantauan di lapangan, banyak siswa mengeluhkan rasa makanan kurang variatif, bahkan kandungan protein dianggap minim.
Kondisi Lapangan yang Terungkap
Saat tim media mendatangi salah satu SD negeri di Depok, sejumlah orang tua menyebut menu MBG lebih mirip porsi diet ketimbang sajian untuk anak usia sekolah. Lauk pauk yang ditawarkan sering hanya berupa potongan kecil tahu atau tempe, dengan sedikit sayur dan nasi putih. Beberapa murid bahkan tidak habis makan karena merasa kurang kenyang.
Seorang wali murid mengatakan kepada wartawan, “Seharusnya menu MBG menambah energi, bukan membuat anak lapar lagi setelah dua jam.” Keluhan ini menggambarkan adanya kesenjangan antara teori gizi seimbang dengan realita di lapangan.
Kritik dari Ahli Gizi dan Guru
Ahli gizi lokal menegaskan, anak usia sekolah membutuhkan asupan kalori cukup, terutama dari sumber protein hewani. Namun, dari hasil peninjauan, menu MBG di beberapa sekolah jarang menghadirkan lauk seperti ayam, telur, atau ikan. Guru pun mengakui bahwa siswa sering mengeluh lapar saat jam pelajaran siang.
Media lokal juga ramai membahas persoalan ini dalam rubrik berita Depok terkini, sehingga isu ini semakin mencuat di masyarakat. Banyak pihak menilai, pemerintah kota harus turun tangan untuk meninjau ulang pola penyusunan menunya.
Suara Orang Tua dan Murid
Orang tua murid menilai keberhasilan program MBG bukan hanya soal formalitas menjalankan aturan, melainkan juga memastikan anak-anak benar-benar menerima gizi yang memadai. Beberapa murid bahkan mengaku lebih memilih jajan di luar sekolah karena merasa menu MBG tidak mengenyangkan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran baru: anak justru beralih ke jajanan kurang sehat.
Pemerintah Kota Diminta Serius
Pemerintah Kota Depok mendapat desakan agar segera memperbaiki kualitas menu MBG. Selain evaluasi penyusunan menu, transparansi anggaran juga menjadi sorotan. Publik bertanya-tanya apakah anggaran yang dialokasikan sudah benar-benar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa.
Salah satu aktivis pendidikan menegaskan, “Kalau memang tujuannya mendukung kesehatan anak, jangan setengah hati. Menu MBG harus sesuai standar gizi anak Indonesia.”
Harapan Perubahan ke Depan
Masyarakat berharap ada perbaikan nyata. Banyak pihak menyarankan kolaborasi dengan ahli gizi, akademisi, hingga organisasi kesehatan untuk memastikan kualitas menu MBG sesuai standar WHO. Jika dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi langkah penting untuk mengurangi angka stunting di Depok.
Namun bila tetap dibiarkan seadanya, dikhawatirkan program hanya sebatas formalitas tanpa memberikan manfaat nyata. Oleh karena itu, pengawasan intensif dan evaluasi berkala sangat dibutuhkan.
Penutup
Kontroversi mengenai menu MBG di sekolah Depok mencerminkan perlunya perhatian lebih serius dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah, maupun orang tua. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, sehingga asupan gizi mereka tidak boleh dianggap sepele. Saat isu ini terus ramai dibicarakan di berita Depok terkini, publik menanti langkah konkret pemerintah kota untuk memperbaiki kualitas makanan di sekolah.
